Suron.co, Surabaya, Sebanyak 18 ton kopi Arabika Java Coffee Jampit berhasil tembus kepasaran luar negeri khususnya, di negara Jerman. Ekspor kopi jenis Arabika bermutu A/WP-1X ini dilakukan oleh PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I sebagai upaya memenuhi kebutuhan di pasaran Eropa
Menurut Direktur Pemasaran Perkebunan Nusantara I, Landi Rizaldi Mangaweang, kopi Arabika yang dikirim ini memiliki standar aturan European Union Deforestation Regulation (EUDR) karena teruji kualitasnya terbaik.
“Kopi Arabika Java Coffee Jampit mutu A/WP-1X ini dibudidayakan oleh PTPN I Regional 5, Jawa Timur. Pengiriman ini merupakan bukti dari komitmen dan kualitas yang selalu kami jaga dalam menyediakan kopi terbaik bagi pelanggan kami di pasar internasional,” kata Landi dalam keterangan resminya kemarin sore
Landi menyebutkan, nilai penjualan ekspor kopi Arabika sebanyak 18 ton ini memiliki nilai sekitar US$146.000 atau setara Rp2,3 miliar. Hingga kuartal III/2024, PTPN I telah berhasil menjual total sebanyak 890 ton kopi arabika dan robusta dari Jawa Timur ke pasar Eropa, serta 294 ton ke pasar non Eropa dengan total nilai penjualan sebesar US$7,4 juta atau setara Rp115 miliar.
“Kopi Arabika PTPN dari Jawa Timur dengan brand ‘Java Coffee’ sendiri telah diminati di beberapa negara di dunia, di antaranya Inggris, Jerman, Amerika, Uni Emirat Arab, Belgia dan Norwegia. Sedangkan kopi robusta diminati oleh negara Italia, Jepang dan Inggris,” ujar Landi.
Sebelumnya kata Landi, pihaknya juga telah berhasil mengekspor komoditas karet RSS (Ribbed Smoke Sheet) dan Standar Indonesian Rubber (SIR) yang memenuhi aturan EUDR pada Juli 2024 lalu.
Sementara itu Direktur Pemasaran Holding PTPN III sekaligus Ketua PMO Kopi Nusantara Kementerian BUMN, Dwi Sutoro mengatakan, aturan EUDR rencana akan mulai berlaku pada 30 Desember 2024 untuk uji tuntas. Saat itu, seluruh perusahaan yang menjual atau mendistribusikan produk ke Uni Eropa, termasuk kopi, rencananya akan diwajibkan untuk mematuhi regulasi ini.
Pada masa transisi hingga Desember 2024 memberikan waktu bagi perusahaan untuk mengembangkan sistem pemantauan, pelacakan, dan audit yang memastikan produk yang dihasilkan tidak terkait dengan praktik deforestasi.
“Bagi perusahaan besar seperti PTPN, aturan ini dapat diadopsi dengan mudah karena sistem dan data sudah tersedia. Namun yang perlu kita pikirkan dan bantu bersama adalah para smallholders yang mendominasi budidaya perkebunan kopi di Indonesia,” pungkasnya.