SURON.CO – Produksi CPO tahun 2023 diperkirakan mencapai 50,07 juta ton atau naik sebesar 7,15% dari tahun 2022 yakni sebesar 46,73 juta ton. Sementara itu, produksi PKO mencapai 4,77 juta ton atau naik 5,66% dari tahun sebelumnya (2022) yakni sebesar 4,52 juta ton.
Kenaikan produksi dari tahun 2022 ini kemungkinan disebabkan oleh berbagai hal, pertama, harga minyak sawit menjelang akhir tahun 2021 dan sepanjang tahun 2022 relatif tinggi, sehingga mendorong pelaku usaha untuk mengelola kebunnya dengan baik, termasuk pemberian pupuk;
kedua, adanya perluasan areal yang telah menghasilkan di tahun 2023. Hal ini sesuai dengan data Kementerian Pertanian dalam periode 2017-2020 terdapat perluasan 540 ribu hektar dan diperkirakan tahun 2023 akan ada penambahan areal TM (Tanaman Menghasilkan) seluas 260 ribu hektar;
ketiga, El Nino yang semula diperkirakan akan melanda Indonesia, ternyata tidak berpengaruh terhadap produksi tanaman kelapa sawit, karena melanda di sebagian besar Indonesia bagian selatan.
Konsumsi dalam negeri menunjukkan kenaikan dari 21,24 juta ton pada tahun 2022 menjadi 23,13 juta ton atau kenaikan sekitar 8,90%. Implementasi kebijakan Biodiesel (B35) yang secara efektif dilakukan pada bulan Juli 2022 telah meningkatkan konsumsi minyak sawit sebesar 17,68% yakni dari 9,048 juta ton pada tahun 2022 menjadi 10,65 juta ton di tahun 2023. Dengan diimplementasikannya B35, konsumsi biodiesel selama 2023 telah melampaui konsumsi untuk pangan dalam negeri.
Ekspor produk CPO dan PKO mengalami penurunan 2,38% dari 33,15 juta ton di tahun 2022 menjadi 32,21 juta ton di tahun 2023. Sementara itu ekspor untuk biodiesel dan oleokimia mengalami kenaikan masing-masing sebesar 29 ribu ton dan 395 ribu ton. Penurunan ekspor yang besar terjadi untuk tujuan EU yakni sebesar 11,6% dari 4,13 juta ton di tahun 2022 menjadi 3,70 juta ton di tahun 2023. Sebaliknya ekspor untuk tujuan Afrika naik sebesar 33% dari 3.183 ribu ton menjadi 4.232 ribu ton, China naik 23% dari 6.280 ribu ton menjadi 7.736 ribu ton, India naik 8% dari 5.536 ribu ton menjadi 5.966 ribu ton dan USA naik 10% dari 2.276 ribu ton menjadi 2.512 ribu ton.
Turunnya harga rata-rata kelapa sawit selama tahun 2023 dibanding 2022 di pasar Ciff Rotterdam sebesar 28,7%, dimana rata-rata harga tahun 2023 adalah US$ 964/ton atau jauh lebih rendah dibanding tahun sebelumnya dengan rata-rata US$ 1.352/ton, menyebabkan penurunan nilai ekspor kelapa sawit Indonesia yang cukup signifikan dari US$ 39,07 miliar pada tahun 2022 menjadi US$ 30,32 miliar pada tahun 2023. Dengan stok awal tahun 2023 sebesar 3,69 juta ton, stok akhir produk CPO dan PKO Indonesia tahun 2023 diperkirakan mencapai 3,14 juta ton.
Prospek Industri Sawit 2024
Industri kelapa sawit Indonesia masih harus menghadapi berbagai tantangan di tahun 2024. Dari sisi ekonomi global, ketidakpastian masih membayangi pertumbuhan ekonomi global khususnya negaranegara maju. USA masih dilanda inflasi yang di atas target, China sebagai salah satu konsumen terbesar minyak sawit juga masih bergulat dengan pelemahan ekonomi pasca Covid-19, begitu juga dengan Eropa dimana kondisi ekonominya melemah dengan defisit fiskal yang meningkat diiringi inflasi yang masih tinggi.
Sementara itu, eskalasi geopolitik global kian memanas. Disaat eskalasi laut hitam yang belum mereda akibat perang Rusia dan Ukraina yang juga memberikan dampak besar pada pasokan beberapa komoditas strategis di pasar global, kini dunia juga harus menghadapi eskalasi geopolitik di laut merah akibat perang Israel dan Palestina yang juga diperkirakan dapat memberikan dampak besar terhadap pasokan komoditas mengingat laut merah merupakan jalur strategis perdagangan global.
Kami memperkirakan prospek industri sawit tahun 2024 mempunyai kecenderungan, yakni Konsumsi dalam negeri diperkirakan akan terus mengalami kenaikan, terutama untuk kebutuhan pangan, industri oleokimia dan kebutuhan energi (biodiesel) dengan adanya implementasi Biodiesel (B35) secara setahun penuh (Fully Implemented), Harga minyak nabati dunia termasuk minyak kelapa sawit tidak banyak mengalami perubahan dibandingkan dengan tahun 2023.
Kemudian, Produksi diperkirakan akan stagnan dan Volume ekspor diperkirakan akan mengalami penurunan, terutama karena meningkatnya kebutuhan dalam negeri.
Untuk memastikan peningkatan produksi dan menjamin dipenuhinya kebutuhan minyak sawit dalam negeri dan ekspor, maka beberapa upaya perlu dilakukan adalah Penyelesaian perkebunan sawit yang teridentifikasi masuk kawasan hutan. GAPKI terus mengusulkan bahwa bagi kebun sawit yang sudah memiliki alas hak baik itu SHM maupun sertifikat HGU semestinya sudah bukan Kawasan Hutan lagi. Penyelesaian pasal 110 B jangan sampai menyebabkan pengurangan areal yang signifikan yang akan berdampak kepada pengurangan produksi sawit dan Memastikan program PSR dapat berjalan sesuai dengan targetnya (target 180.000 ha/tahun). Hambatan yang masih ada harus dapat diselesaikan.
Kemudian, Peraturan yang tumpang tindih perlu segera diselesaikan, khususnya peraturan terkait kewajiban FPKM 20%, karena masih menimbulkan kekisruhan di lapangan dan Untuk jangka panjang, perlu dipertimbangkan kemungkinan dibangun kebun sawit untuk energi
(dedicated area) khususnya pada kawasan yang sudah terdegradasi, sehingga kebutuhan minyak sawit untuk energi tidak menganggu kebutuhan untuk pangan, industri dalam negeri dan ekspor.