SURON.CO, Surabaya – Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Prawansa yang diwakili oleh Achmad Jazuli selaku Staff Ahli Bidang Kesra dan Sekretaris Umum BP4 Pusat Hj. Anwar As’Adi yang melakukan pelantikan Pengurus Badan Penasihatan, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Provinsi Jawa Timur periode 2023-2026 di Hotel Aria Centre, Surabaya, Rabu (13/9).
Anwar As’Adi dalam sambutannya menyoroti kasus konflik rumah tangga yang memerlukan solusi dan menengahi konflik tersebut. Ia juga menyebutkan dampaknya yang sangat mengerikan.
“Saya kira akan berpengaruh pada pasangan istri. Istilah yang sesuai itu adanya disharmonisasi di tengah masyarakat. Banyak anak yang terlantar kemudian ada orang miskin baru karena perceraian, ” ungkapnya.
As’Adi juga berharap dengan ini bisa mengurangi angka perceraian yang terjadi. Menurutnya terdapat peningkatan angka yang berawal dari 10% meningkat menjadi 30%.
“Minimal bisa mengurangi angka perceraian. Dari 1 tahun saya meneliti 10 tahun angka perceraian dari 10%, sekarang menjadi 30%., ” ungkapnya
“Saya kira jika BP4 bisa diberdayakan di setiap kabupaten kota, ada penengah-penengah konflik perkawinan yang kemudian bisa diredam. Dan dalam waktu kepengurusan BP4 hingga 2026 mudah-mudahan tidak lagi di ranking kedua perceraian nasional di Jawa Timur ini, ” tambahnya.
As’Adi menambahkan bahwa dirinya membaca survei segmentasi di sosmed dan menemukan respon dengan mayoritas menjawab tidak siap untuk menikah.
“Mayoritas itu yang menjawab ibu-ibu. Jadi itu tantangan untuk BP4 memberikan edukasi supaya orang-orang yang akan menikah itu betul-betul punya wawasan rumah tangga yang cukup. Hingga apapun masalah yang datang pada dia, dia bisa mengatasi dengan baik, ” tutupnya
Sementara itu Jazuli menyatakan kasus konflik rumah tangga kerap terjadi karena kesalahpahaman antar pasangan karena handphone.
“Manfaatnya ini banyak, tapi kalau imannya tidak kuat akan geger gara-gara HP, ” katanya.
Ia mengungkapkan berdasarkan data statistik tahun 2023 kasus perceraian di Indonesia mengalami peningkatan secara signifikan selama 6 tahun terakhir.
“Kasus perceraian di Indonesia mencapai 516.334 kasus pada tahun 2022. Jelas angka ini meningkat 15% dibandingkan tahun 2021 yang mencapai 447.743 kasus, ” ungkapnya.
Mayoritas kasus perceraian yang terjadi tahun 2022 merupakan pengajuan gugatan dari pihak istri sebanyak 338.358 kasus atau sebanyak 75,21% dari total kasus perceraian yang terjadi.
Disisi lain sebanyak 127.986 kasus atau 24,07% pengajuan cerai talak yang diajukan oleh pihak suami yang kemudian diputuskan oleh Pengadilan Agama. Maka terlihat jelas bahwa kasus perceraian terjadi diajukan dari pihak istri.
Dari data juga disebutkan perceraian terjadi karena kasus ekonomi dan poligami.
“Memang ekonomi itu sangat menentukan, ” kata Jazuli.
“InsyaAllah nanti peningkatan kesejahteraan, ekonomi meningkat..InsyaAllah rumah tangga juga akan sejahtera. Karena hakekat ranking kedua adalah perceraian karena ekonomi, ” tutupnya