SURABAYAONLINE.CO-Ingin melihat keraton selain Yogyakarta, Solo, atau Cirebon. Ternyata, Madura juga punya keraton yang eksotis. Letaknya di pusat Kabupaten Sumenep. Berjarak sekitar 155 kilometer dari jembatan Suramadu, keraton tersebut merupakan tempat tinggal raja-raja Sumenep. Meski tidak sebesar keraton Yogyakarta tapi satu-satunya keraton di Jatim ini pasti akan meninggalkan kesan mendalam bagi yang pernah berkunjung.
Daya tarik utama dari keraton sumenep adalah kelestarian bangunan yang masih terjaga dengan baik hampir seluruh bagian keraton tidak mengalami perubahan. Ditunjang dengan pepohonan yang cukup rindang, kompleks keraton ini cukup asri.
Kadipaten Sumenep memang tak lagi eksis. Namun, bangunan keraton yang berdiri sejak tahun 1762 itu masih megah hingga sekarang meski ada bangunan yang tersisa puing-puing.
Layaknya istana pada umumnya, bangunan Keraton Sumenep terdiri dari gerbang, pendopo, bangunan utama, taman sari, dan museum. Yang paling populer adalah gerbang keraton yang dijuluki labang mesem atau ‘gerbang tersenyum’, jalan masuk menuju istana.
Keraton Sumenep menjadi pusat pemerintahan Kadipaten Sumenep yang juga dikenal sebagai Kadipaten Madura Timur atau Madura Wetan. Area kekuasannya mencakup di Pamekasan, Sumenep, kepulauan di Selat Madura, dan Laut Bali.
Selain Keraton Sumenep, peninggalan Kadipaten Sumenep yang eksis hingga kini adalah Masjid Jamik Sumenep, dan Asta Tinggi (makam para raja Sumenep).
Melalui daftar para raja yang dipajang di keraton, pengunjung dapat mengetahui para raja dan bupati yang pernah memimpin Sumenep. Sejak zaman Arya Wiraraja sejak 1269 hingga bupati Sumenep saat ini.
Istimewanya di sini ada kereta berumur seribu tahun digunakan oleh Arya Wiraraja saat memimpin Sumenep dan membantu berdirinya Kerajaan Majapahit.
Selain barang peninggalan adipati pertama itu, ada pula koleksi Alquran yang ditulis sehari semalam oleh Sultan Abdurrachman (1811-1854).
Ada pula sajadah yang terbuat dari kulit harimau yang menjadi alas salat raja, alas kaki yang terbuat dari kayu metaos, kereta kuda hadiah Kerajaan Inggris, tandu untuk orang sakit, dan keris-keris pusaka.
Selain itu, ada pula kamar utama yang menjadi tempat tidur para raja. Pengunjung tak diperkenankan masuk ke ruangan tersebut, hanya boleh melihat-lihat dari luar.
Keraton Sumenep tak luput dari gempuran saat pendudukan pasukan Jepang. Kabarnya, pasukan Jepang sempat ingin membakar keraton ini, tapi anehnya hal itu tak berhasil terwujud.
Ada juga air pemandian putri punya khasiat tertentu.Pemandian Taman Sare dulunya digunakan para putri kerajaan untuk membasuh tubuhnya. Konon, air pemandian tersebut menyimpan khasiat tertentu.
Ada tiga buah pintu air yang menghubungkan jalan menuju pemandian. Bila pengunjung mengambil air di pintu air pertama, mereka akan awet muda dan semakin dekat dengan jodoh. Sementara di pintu air kedua, rezekinya akan lancar dan mendapat kenaikan pangkat. Sedangkan, di pintu air ketiga, meningkatkan ketakwaan.
Usia bangunan Keraton sumenep hampir sama dengan banguan masjid jamik yakni dimasa pemerintahan panembahan sumolo, corak arsitektur perpaduan eropa, cina, arab dan madura juga kental maklum arsitek dari keraton sumenep juga sama dengan bangunan masjid jamik yakni Lauw Piango yang merupakan arsitek keturunan tionghoa.
Komplek bangunan keraton terdiri dari berbagai banguan, diantaranya Bangunan Utama Keraton yang merupakan tempat tinggal raja, Pendopo Agung yang fungsi utamanya dulu merupakan tempat menerima tamu namun seiring perjalanan waktu fungsi pendopo saat ini menjadi tempat acara penting pemerintah kabupaten sumenep, disisi timur terdapat taman sare (taman sari) yang merupakan tempat pemandian putri keraton,
Sedangkan di sebelah barat merupakan gedung koneng (kuning) yang dulunya difungsikan sebagai kantor pemerintah belanda VOC namun saat ini telah beralih fungsi sebagai musium untuk menyimpan barang peninggalan keraton yang masih terawat dengan baik. Didepan bangunan keraton terdapat Gedong Negeri yang fungsinya sama dengan gedong koneng dan kini beralih fungsi sebagai kantor dinas pariwisata namun keberaannya tetap terawat.
Sebenarnya keberadaan 2 gedung tersebut merupakan bagian dari strategi kerajaan sumenep untuk meminimalisir keberadaan VOC di sumenep sehingga VOC disumenep tidak lebih dari hanya sebuah organisasi dagang asing tanpa bisa menjajah secara artian langsung (menindas rakyat sumenep).
Perancangnya Orang Tionghoa
Kraton Sumenep dirancang oleh arsitek Lauw Pia Ngo dari Negeri China, dibangun pada masa pemerintahan kolonial Belanda, dengan demikian maka warisan budaya itu tidak luput dari pengaruh budaya Jawa Hindu, Islam, China dan Belanda. Kesemuanya itu tampak pada penampilan dan penyelesaian bangunan-bangunan tersebut. Pendopo Kraton ternyata memiliki bentuk bangunan Jawa. Pendopo dengan atap Limasan Sinom dan bubungannya dihiasi dengan bentuk mencuat seperti kepala naga, merupakan pengaruh Cina.
Sedangkan bangunan dalem terdapat bentuk gunung (top level) yang telanjang tanpa teritis dan diselesaikan dengan bentuk mirip cerobong asap di puncaknya, merupakan bukti pengaruh Belanda dan Cina. Pada ragam hiasnya juga nampak beberapa pola Jawa, Islam dan Cina yang dipadu cukup menarik. Bentuk arsitektur Kraton Sumenep, menunjukkan wujud adanya akulturasi antara budaya Madura, Cina dan Belanda.
Kraton Sumenep sendiri terdiri dari banyak massa, tidak dibangun secara bersamaan namun di bangun dan diperluas secara bertahap oleh para keturunannya. Sehingga seakan-akan banyak berdiri keraton.
Saat ini ada sebuah museum yang terdiri dari tiga bagian museum. Bagian pertama atau Museum I yang disebut Museum Kencana Kraton. Museum ini menyimpan dua buah kereta kencana raja dan barang antik koleksi kerajaan berupa kursi pertemuan dan tempat tidur raja yang konon adalah hadiah dari ratu inggris. Dulunya bangunan ini digunakan sebagai garasi kereta Sultan Abdurrahman yang berkuasa pada tahun 1811-1854. Selain itu, Traveller juga bisa melihat ukiran yang melambangkan perdamaian dan kerjasama yang seimbang antara masyarakat Madura di Kraton Sumenep dengan pihak Eropa, Cina dan Arab.
Sedangkan Museum II pernah di dibangun pada masa ketika Bindara Saod memerintah sebagai raja, tepatnya tahun 1762. Di dalam Museum II tersimpan berbagai macam koleksi berupa barang pribadi dan perlengkapan sehari-hari keluarga kerajaan, seperti, pakaian kebesaran raja, senjata-senjata baik tradisional maupun pemberian dari para tamu asing.
Lalu menuju ke Museum III, dahulunya merupakan gedung tempat meditasi raja. Di dalam museum ini tersimpan Al Quran hasil tulisan tangan dari Sultan Abdurrahman yang menurut sejarah diselesaikan hanya dalam satu hari. Tersimpan juga beberapa ikat daun lontar kering yang di dalamnya terdapat tulisan tangan oleh Sultan Abdurrahman. Isinya berupa ajaran-ajaran Islam dan tradisional rakyat Sumenep dalam huruf-huruf Jawa.(*)