https://www.youtube.com/watch?v=HiVovoAPbDQ
Oleh: Almalia Okta
SURABAYAONLINE.CO-Lapindo Brantas Inc. dan PT Minarak Lapindo mengklaim punya piutang kepada pemerintah senilai Rp1,9 triliun. Utang itu berasal dari dana talangan kepada pemerintah atas penanggulangan luapan lumpur di Sidoarjo, Jawa Timur. Lapindo Brantas dan Minarak melakukannya pada 29 Mei 2006 sampai 31 Juli 2007. Lapindo Brantas dan Minarak juga mengklaim bahwa utang yang dalam mata uang dolar AS senilai 138.238.310,32 tersebut sudah diverifikasi SKK Migas sebagai biaya pengganti (cost recovery).
Kedua perusahaan itu mengaku sudah mengajukan permohonan pembayaran utang tertulis kepada pemerintah pada 12 Juni 2019. Dalam permohonan melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) itu, mekanismenya adalah perjumpaan utang. Lapindo Brantas dan Minarak mengakui bahwa mereka punya utang sebesar Rp773 miliar, utang tersebut akan jatuh tempo pada 10 Juli 2019. Utang itu digunakan untuk melunasi pembelian tanah dan bangunan warga yang terkena dampak luapan lumpur di Sidoarjo pada 22 Maret 2007.
SKK Migas menyangkal adanya piutang dalam bentuk cost recovery atau biaya pengganti. SKK Migas menilai dana sebesar Rp1,9 triliun itu bukan biaya operasional produksi minyak dan gas. Menurut Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, uang yang diklaim itu hanya biaya investasi (unrecovered cost) yang belum bisa dikembalikan oleh pemerintah karena dua perusahaan di bawah Grup Bakrie itu belum melakukan eksplorasi.
Terjadinya semburan lumpur lapindo ini murni karna pengeboran, pada 2013 MK menguatkan bahwa semburan ini bencana alam. Minarak Lapindo mengaku sudah melakukan ganti rugi lahan masyarakat dan membuat tanggul hingga ke tepi jalur kereta Sidoarjo-Surabaya dengan dana total Rp6 triliun. Hingga 2015, pemerintah sudah mengeluarkan dana talangan sebesar Rp773 miliar atau kurang dari 20 persen total ganti rugi Minarak Lapindo sebesar Rp3,8 triliun. Sementara pada 2017, pemerintah membubarkan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) dan mengalihkan tugas ke Pusat Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (PPLS) di bawah kendali Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahah Rakyat (PUPR).
Dan urusan ini belum akan selesai dalam waktu dekat. Apalagi pemerintah berencana mengucurkan dana talangan lagi sebesar Rp380 miliar pada 2020 setelah sampai 2019 sudah mengeluarkan dana talangan senilai Rp827 miliar. Dana itu akan dialokasikan melalui pagu anggaran Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (SDA) PUPR. Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, beliau mengatakan anggaran itu bisa dipakai untuk pengaliran lumpur 40 juta meter kubik dan pembangunan fisik tanggul setinggi 2 kilometer.(*)