SURABAYAONLINE.CO- Kisah tentang Sada Abe pernah menjadi kontroversi di Jepang pada 1936 silam. Sebelum menjadi seorang pembunuh yang kejam dan sadis, Sada Abe adalah seorang putri bungsu dari keluarga kaya di Jepang.
Keluarga Abe adalah pengusaha tikar tatami yang sangat terkenal di Tokyo dan dipandang dengan sangat terhormat.
Abe merupakan putri bungsu dari 7 bersaudara dan paling dimanja oleh ibunya.
Nahas, saat usianya baru 14 tahun, Abe diperkosa oleh seorang teman sekolahnya dan itu membuat keluarganya sangat malu.
Abe kemudian dibuang oleh keluarganya ke sebuah rumah geisha di Tokyo.
Di sana Abe muda berlatih untuk menjadi geisha profesional dengan menjalani berbagai pendidikan kesenian.
Sayangnya, Abe tidak mahir dalam kesenian dan sudah tak lagi perawan sehingga nilai jualnya dalam golongan geisha menjadi rendah.
Ia terpaksa menjadi geisha kelas bawah yang tidak perlu melayani tamu dengan kesenian, namun justru menawarkan hubungan intim saja.
Pelacur Profesional
Abe bekerja selama lima tahun hingga akhirnya dia terserang sifilis dan memutuskan untuk pergi dari rumah geisha itu. “Bayarannya tak sesuai dengan risiko pekerjannya,” begitu yang dipikirkan Abe.
Dia masih tetap ditolak oleh ayah dan ibunya hingga akhirnya mendaftarkan dirinya di sebuah rumah bordil.
Lepas dari jerat profesi geisha, Abe banting setir menjadi pelacur profesional yang bersertifikat.
Dari rumah bordil itulah Abe bertemu dengan seorang pria bernama Kichizo Ishida, seorang manajer restoran yang telah beristri.
Bersama Ishida, Abe merasakan kepuasan yang selama ini belum pernah dia rasakan meski sudah berkali-kali berhubungan intim.
Abe dan Ishida pernah menghabiskan waktu dua minggu bersama-sama untuk menjalin kasih.
Hingga akhirnya Abe benar-benar jatuh cinta pada Ishida yang tak pernah bisa dimilikinya itu.
Setelah dua minggu bersama, Ishida kembali ke rumahnya dan melanjutkan perannya sebagai sosok suami.
Melihat hal itu, muncul kecemburuan tak tertahankan pada diri Abe.
Abe merasa tidak rela Ishida dimiliki wanita lain dan meski Abe mencintainya, Ishida ternyata tidak memedulikannya.
Untuk memastikan Ishida hanya jadi miliknya, Abe merencanakan sebuah pembunuhan rahasia.
Pembunuhan Berencana
Suatu malam pada tanggal 18 Mei 1936, Abe menggoda Ishida untuk tidur bersamanya.
Setelah keduanya berhubungan, Ishida tertidur pulas. Saat itulah Abe menggunakan selendangnya untuk mencekik Ishida hingga tak bisa bernafas dan meninggal di tempat.
Setelah Ishida tak lagi bernyawa, Abe mengukir namanya di lengan kiri Ishida.
Terukir jelas namanya “Sada Abe” yang ditorehkan menggunakan pisau kecil dan meninggalkan noda merah darah di seluruh lengan Ishida.
Tak puas dengan itu, Abe melanjutkan tindakan kejinya dengan memotong organ intim Ishida.
Dia lalu membungkusnya dengan selendangnya dan memasukkan organ intim pria yang ia cintai ke dalam tasnya.
Pada dini hari itu, Abe bergegas meninggalkan kamar hotel murahan yang mereka sewa dan melarikan diri ke distrik lain.
Namun, polisi berhasil menemukannya di sebuah pondok sewaan di kota Shinagawa, dua hari pascapembunuhan itu.
Abe menyerah tanpa perlawanan dan saat persidangan, Abe mengungkapkan alasan sebenarnya di balik pembunuhan tersebut.
“Aku mencintainya. Aku tidak pernah mencintai seorang pria lebih dari ini sebelumnya. Aku ingin memilikinya untukku sendiri dan saat aku sadar dia tak akan jadi milikku, aku ingin membunuhnya,”
“Setelah dia mati, aku sangat lega. Seolah-olah bebanku terangkat semua. Aku membawa organ intimnya karena itu adalah kenanganku dengannya. Itu yang aku miliki dari Ishida,” kata Abe.
Untuk pembunuhan itu, Abe dijatuhi hukuman lima tahun penjara meski sebenarnya Abe mengajukan diri untuk dihukum mati.
Setelah bebas dari penjara, Abe memalsukan semua identitasnya dan menghilang begitu saja.
Kisah Abe terus menjadi buruan media dan menarik minat publik.
Sebuah film dokumenter berjudul In The Realm of the Senses dibuat tahun 1976 berdasaarkan kisah Sada Abe.(cerita kriminal/intisari)