SURABAYAONLINE.CO-Sebagai lembaga sosial yang bergerak di bidang penanganan kebencanaan yang memerlukan kecepatan respons, Jejaring Mitra Kemanusiaan-OXFAM (JMK-OXFAM) saat ini menerapkan digitalisasi sistem.
“Semula pelaporan menggunakan sistem pencatatan manual. Tapi, saat ini JMK telah beralih ke aplikasi digital sehingga laporan bisa diakses secara real time. Pencapaian kegiatan yang telah dilakukan di lokasi bencana, kami di posko tahu saat itu juga. Jika ada yang tidak tepat, juga bisa langsung dilakukan penyesuaian,” kata Hilman Agung, dari divisi Monitoring Evaluation Accountability and Learning – Information Communication Technology (MEAL-ICT) JMK-OXFAM.
Hilman menguraikan pemanfaatan teknologi digital ini memang berbeda dengan sistem lama. Sebelumnya, setiap kegiatan hanya dilakukan pencatatan secara manual, kemudian baru dilaporkan ke koordinator secara berkala.
“Serapi-rapinya pencatatan manual, ketika konsolidasi data akurasinya pasti berkurang, apalagi pencatatan manual ini skalanya cukup masif,” terang tamatan Teknik Lingkungan ITB tersebut.
Apalagi menurut Hilman, turn over staff ketika bencana sangat cepat berubah. “Bisa dibayangkan jika sistem pencatatan data tersebut bergantung pada seseorang, begitu staff tersebut berganti, pasti laporan sebelumnya bisa hilang atau tercecer,” imbuhnya.
Bagi lembaga seperti JMK-OXFAM, lanjut Hilman, data lapangan seolah menjadi ruh. Misalnya saja data jumlah penduduk di suatu lokasi, aktifitas yang sudah dilakukan, apa saja yang sudah dibagikan, dan masih banyak lagi data penting lainnya.
“Dengan cara digital, proses pendataan akan lebih mudah dilakukan dengan hasil lebih rapi, akurat dan mudah diakses.”
Hilman mengungkapkan, dalam sebuah misi besar seperti gempa Palu, dinamika di lapangan begitu cepat berubah. “Bahkan, bisa dari jam ke jam. Perubahan ini harus segera dilaporkan sehingga kami bisa segera merespons dengan cepat atau bisa juga kami mengubah strategi penanganan.”
Sistem digital juga mempermudah untuk mengakses informasi. Dulu, “Hanya untuk mengetahui data penerima bantuan butuh waktu seharian karena harus merekap dari catatan yang ada. Sistem baru ini tidak perlu berlama-lama. Informasi yang diperlukan bisa disesuaikan kebutuhan, setiap data yang terkumpul bisa langsung tersaji.”
Dengan sistem digital ini tidak ada lagi kendala jarak. Usai melakukan suatu pencapaian dari sebuah kegiatan, setiap relawan diharuskan segera merekam kegiatan melalui aplikasi mobile yang sudah disiapkan. Para relawan yang bertugas di daerah bencana ini jaraknya bisa puluhan sampai ratusan kilometer dari posko namun semua data akan terekam dan terkonsolidasi dengan baik.
“Misalnya saja siang ini sudah selesai membuat MCK di 10 titik untuk pengungsi di desa A, laporan itu langsung masuk ke data base kami. Bisa dilihat secara real time, bukan hanya di posko Palu, tetapi di kantor OXFAM Jakarta, bahkan pusat OXFAM yang ada di Inggris. Di antara NGO yang ada, baru JMK-OXFAM yang menggunakan sistem digital secara rinci seperti ini,” jelas Hilman.
Setelah laporan hasil pekerjaan masuk, tampilan visual di layar monitor di posko JMK-OXFAM juga berubah. Misalnya saja relawan sudah melakukan kegiatan pembagian hygiene kit di salah satu desa di Donggala yang peta wilayahnya sudah dimasukkan pada data base. Selanjutnya, warna peta desa tersebut akan berubah sesuai dengan jumlah penerima manfaat, berbeda dengan desa yang belum menerima fasilitas manfaat.
Dengan tampilan visual itu pula, posko JMK-OXFAM juga bisa langsung mengetahui divisi mana saja yang belum mengerjakan program yang direncanakan.
“Banyak sekali program yang dilakukan baik fisik maupun non fisik untuk para penyintas. Pemanfaatan teknologi digital ini monitoring programnya lebih gampang, karena akan terlihat secara kasat mata,” kata Hilman.
Ada dua keuntungan penggunaan teknologi digital. Pertama, lebih mudah melakukan pemantauan hasil kerja. Kedua, yang lebih penting lagi adalah digitalisasi sistem ini akuntabilitasnya jauh lebih bagus karena informasinya lebih rinci. “Sejak sistem ini berhasil kami buat, setiap pendonor yang datang ke kantor JMK-OXFAM bisa melihat hasil kerja kami. Mereka senang karena semakin tahu bahwa uang bantuannya diwujudkan mejadi sebuah program yang bisa terlacak sampai pada yang berhak,” papar Hilman.
Ruh dari gagasan pembuatan sistem digital ini adalah rasa tanggung jawab moral kepada para pendonor. Pendonor harus tahu bahwa setiap dollar uang yang diberikan itu sudah diwujudkan dalam bentuk fisik maupun non fisik kepada mereka yang berhak menerima dan bisa terlacak. “Sejujurnya, tanpa sistem ini program JMK-OXFAM akan tetap berjalan akan tetapi sudah menjadi kewajiban kita untuk selalu menjunjung tinggi akuntabiilitas terhadap para pendonor baik pemerintah maupun individu seperti anak-anak, orang lanjut usia, bahkan orang yang sudah meninggal dunia. Amanah itulah menjadi pijakan utama JMK-OXFAM membuat sistem ini,” kata Hilman yang membidani pembuatan sistem ini.
Penerapan sistem digital dalam kebencanaan ini dianggap sebagai sebuah terobosan, banyak feedback positif dari lembaganya. Kantor pusat OXFAM di Inggris, sangat tertarik sehingga berencana akan menduplikasi dan akan menerapkan pada respon bencana besar dimana OXFAM terlibat. “Tapi penyempurnaan akan terus dilakukan agar lebih baik lagi,” paparnya.
SISTEM FEEDBACK
Selain itu, satu sistem digitalisasi lainnya yang saat ini dikembangkan adalah mekansime feedback dari para stakeholder yang sebagian besar adalah calon atau penerima bantuan. Fungsi dari sistem yang baru dikembangkan ini tak ubahnya seperti customer service (CS) pada perusahaan-perusahaan profit pada umumnya.
Diumpamakan, kalau dalam dunia usaha pembeli adalah raja, maka dalam hal penanganan respons seperti saat ini, penerima manfaat adalah raja. “Karena mereka adalah end usernya, mereka berhak mengadu kalau memang ada sesuatu yang dikeluhkan,” ujarnya.
Hilman mengatakan, ada staff yang ditugaskan di divisi MEAL yang tugasnya adalah menerima dan mencatat pengaduan atau keluhan dari penerima manfaat. “Misalnya saja pengaduan tentang air kiriman yang tidak sejernih biasanya. Hal ini bisa dilaporkan kemari, sehingga kami bisa langsung merespon dengan cepat keluhan tersebut,” papar Hilman yang dari awal penanganan bencana hingga saat ini pihaknya sudah melakukan pencatatan ribuan feedback baik yang bersifat positif ataupun keluhan.
Hilman dan semua tim JMK-OXFAM memang ingin bekerja secara maksimal. “Kami mendapat mandat bahwa semua hak-hak para penyintas, baik yang normal maupun para difabel harus terlayani dengan baik,” jelas Hilman yang sudah pernah bertugas ke berbagai negara tersebut.(Gandhi Wasono M)